FOSGAMA Mesir – Penta’rifan ilmu kalam bukan lagi hal yang asing didengar bagi telinga kita, banyak ulama yang mendefinisikan ilmu tersebut dengan wajah yang berbeda namun inti bagian besarnya mengarah pada satu titik yang sama, yang mana dalam ilmu kalam membicarakan agama dan teologi membicarakan tentang wujud Allah SWT, sifat-sifat yang ada padanya, sifat-sifat yang tidak ada padanya, dan sifat-sifat yang mungkin ada padanya.
Menurut Ibnu Khaldun, Ilmu Kalam merupakan pembahasan suatu ilmu yang mengandung adanya argumen-argumen secara rasional untuk membela aqidah keimanan dan mengandung penolakan terhadap dogma dogma yang menyalahi terhadap sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh nabi (Bid’ah)di dalam aqidah, Artinya ilmu kalam membicarakan kaidah kaidah keimanan tentang keyakinan hati kepada Tuhan di suatu agama dan menolak ajaran yang menyimpang terhadap sesuatu yang dijadikan tolak ukur kebenarannya tentang Tuhan atau yang biasa dikenal dengan ajaran salaf dan ahlussunnah wal Jamaah.
Doktor Hasyim Hasan Farghal mendefinisikan ilmu kalam yaitu ilmu yang mampu membahas terhadap ketetapan kaidah kaidah agama dengan argumen yang mendukungnya dan menolak kesyubhatan tentang dzatullah dan sifat sifatnya.
Definisi ilmu kalam dari beberapa ulama yang sudah disebutkan penulis di atas tidaklah jauh berbeda terhadap maksud adanya ilmu kalam yaitu mengetahui dzatullah serta sifat sifatnya yang ada dan sifat sifatnya yang tiada padanya, kepercayaan terhadap Rasulullah beserta wahyunya, Akhirat, keimanan dan menolak terhadap ajaran yang tidak senada dengan kaidah kaidah keimanan.
Dalam garis besarnya pembahasan ilmu kalam mengenai ideologi keyakinan dalam dogma dogma suatu agama, Dalam agama islam dikenal dengan Aqaid Diniah dan Aqaid Imaniah. pembahasan ilmu kalam membicarakan mengenai teologi yang bersangkutan dengan ketuhanan, supranatural pembahasan mengenai sesuatu yang tidak kasat mata serta ketentuan ketentuan beragama.
Sejarah mengungkapkan, bahwa pada awal mulanya pembahasan ilmu kalam ini bukan di khususkan pada suatu kelompok tertentu, bukan pula pada orang-orang yang mendalami ilmu kalam, melainkan pembahasan ilmu ini sudah diperbincangkan pada masa nabi namun pada masa itu belum dinamakan sebagaimana terjadi sekarang yang dikenal dengan ilmu kalam.
Dalam waktu yang tidak sedikit kurang lebih tiga abad kaum muslimin telah melakukan berbagai perdebatan dengan sesama orang islam sendiri maupun dengan pemeluk agama lain, akhirnya kaum muslimin meraih ilmu yang membicarakan dasar-dasar aqidah dan rincian-rinciannya baik oleh faktor yang datang dari dalam Islam dan kaum Muslimin sendiri maupun faktor yang datang dari luar mereka, karena adanya kebudayaan-kebudayaan lain dan agama-agama yang bukan islam.
Pada masa Nabi Muhammad SAW, keberadaan Ilmu Kalam ini memang sudah ada tetapi belum dikenal dengan istilah yang sekarang, masa itu para sahabat tidak ada yang ragu mengenai ilmu teologi maupun Mistik. Karena segala sesuatu yang membuat ragu mengenai keberadaan Tuhan dan sifat sifatnya mereka langsung menanyakannya kepada nabi. Sehingga nabi menjelaskan kepada mereka sampai ketidak tahuannya dan keraguannya mengenai keberadaan Tuhan tertutupi oleh jawabannya.
Penamaan ilmu kalam dikenal pada masa berikutnya, tepatnya setelah ilmu-ilmu keIslaman lainnya muncul berurutan satu persatu. Terutama ketika orang-orang banyak membicarakan mengenai kepercayaan alam gaib atau metafisika. Mulai dari adanya peristiwa-peristiwa politis dan historis yang terjadi di masa lalu itulah menumbuhkan faktor memicu sebab munculnya penamaan Ilmu Kalam.[3]
Namun tidak dapat dipungkiri lagi, dalam sejarahnya perpecahan golongan islam itu tampak memuncak setelah terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan, Hal itu menjadi sebab perpecahan pendapat kaum muslimin, yaitu satu golongan yang dendam atas Utsman bin Affan dan mereka adalah orang-orang yang membaiat Ali bin Abi Thalib r.a, dan satu golongan yang dendam atas terbunuhnya Utsman, mereka adalah golongan yang mengikuti Muawiyah bin Abu Sufyan r.a.
Setelah kejadian terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan terjadilah perang jamal yaitu antara kelompok Ali dengan Aisyah dan perang Shiffin yang melibatkan perang antara kelompok Ali dengan Muawiyah, Dari situlah bermula timbulnya berbagai aliran di kalangan umat islam, masing-masing kelompok terpecah belah menjadi banyak diantaranya yakni golongan Khawarij merupakan suatu sekte aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan kesatuannya karena tidak kesepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase dalam perang Shiffin, dengan kelompok bughat (pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah.
Perlu digaris bawahi kembali bahwa terjadinya pecah belah antara umat muslim terdahulu merupakan pengaruh dari tidak kesepakatannya mereka dalam tahkim-nya Amirul Mu’minin, yang mana dengan hal ini pasti tidak akan lepas dari tali keyakinan mereka masing-masing. Keyakinan hati mereka terhadap keadilan Tuhan, memperjuangkan syari’at keislaman dan penerus nabi sebagai penggantinya mengurus umat muslim sesuai dengan kaidah kaidah islam yang sebenarnya.
Dari hal itu (perpecahan Umat Islam menjadi kelompok yang berbeda beda) titik sorotan besarnya yaitu berkenaan dengan ilahiyah meliputi ajaran-ajarannya yang sudah di siratkan dalam Al-Qur’an dan sunnahnya mengenai sifat sifat Tuhan yang ada padanya dan yang tiada padanya, dan juga berkenaan dengan kenabian, yang mana dalam hal ini menjadi pokok pembahasan dalam ilmu kalam.
Namun, penulis ingin lebih menspesifikan kembali dalam ruang lingkup pembahasan ilmu kalam, bahwa ilmu kalam tidak hanya membahas tentang ilmu ketuhanan dan kenabian saja melainkan juga membahas keyakinan kepada supranatural yang bersangkutan dengan sesuatu yang tidak kasat mata meliputi alam gaib dan akhirat. Nah disini, penulis akan mengambil pembahasan ini dari wajah yang berbeda artinya tidak hanya memotret pada satu tokoh saja melainkan juga dari tokoh yang lain meskipun demikian pembahasannya tidak jauh bersebrangan dari tokoh yang menjadi rujukan utama dalam tulisan ini.
Ilahiyah
Ilahiyah merupakan pembahasan yang paling penting didalam ilmu kalam, karena pembahasannya mengenai dzatullah, keberadaan Tuhan yang Maha Esa beserta sifat sifatnya yang wajib ada dan yang mustahil ada padanya. Pembahasan ini diluar kemampuan pola pikir manusia sebagai makhluk ciptaannya.
Pertama-tama, dalam ilmu kalam, ilahiyah dikaji melalui konsep tauhid, yaitu keyakinan tentang keesaan Allah SWT. Konsep tauhid merupakan salah satu konsep paling mendasar dalam Islam dan dianggap sebagai prinsip dasar dari seluruh ajaran Islam.[4] Konsep tawhid ini dijelaskan melalui pendekatan logis dan rasional, dimana segala sesuatu di dunia ini dipahami sebagai tanda kekuasaan Allah SWT.
Ilmu kalam juga membahas tentang sifat-sifat Allah SWT. Dalam Islam, Allah SWT dianggap memiliki sifat-sifat yang sempurna, seperti kekuasaan, kebijaksanaan, keadilan, dan kasih sayang. Dalam ilmu kalam, sifat-sifat Allah SWT ini dijelaskan melalui berbagai pendekatan filosofis dan teologis, Diskusi tentang sifat-sifat Allah yang harus dipahami sebagai realitas yang tidak tergantikan.
Ilmu kalam juga membahas tentang konsep khaliq atau penciptaan. Dalam Islam, Allah SWT dianggap sebagai pencipta segala sesuatu di alam semesta ini. Dalam pembahasan ini, konsep penciptaan dijelaskan melalui pendekatan teologis dan logis. Selain itu, ilmu kalam juga membahas tentang hubungan antara penciptaan dengan kehendak Allah SWT.
Pembahasan ilmu kalam juga memotret tentang konsep tauhid, yaitu keyakinan tentang relasi antara pencipta dan ciptaan. Dalam Islam, segala sesuatu di alam semesta ini dipahami sebagai tanda kekuasaan Allah SWT. Dalam ilmu kalam, konsep tauhid ini dijelaskan melalui berbagai pendekatan filosofis, di mana segala sesuatu di dunia ini dipahami sebagai realitas yang tergantung pada kehendak dan kekuasaan Allah SWT.
Nubuwwah
Ilmu kalam atau teologi Islam adalah cabang dari studi keagamaan yang berfokus pada pemahaman dan penyelidikan tentang aqidah atau keyakinan Islam. Selain ilahiyah yang menjadi topik penting pembahasan dalam ilmu kalam, ilmu kalam juga membahas tentang kenabian, yang meliputi pemahaman tentang sifat-sifat nabi, misi kenabian, serta pengaruh dan kewenangan para Nabi.
Para ulama mencoba untuk memahami sifat-sifat Nabi dan membedakannya dari manusia biasa. Mereka mengakui bahwa para nabi adalah manusia, tetapi dalam misi kenabian mereka, para nabi memiliki sifat-sifat istimewa yang membedakan mereka dari manusia biasa. Beberapa sifat yang sering disebutkan termasuk keberadaan Nabi dalam keadaan kesadaran penuh, kemampuan untuk menerima wahyu, dan kesempurnaan moral dan spiritual.
Dan banyak nash nash yang konkret membunyikan terdapat pengakuan bahwa nabi adalah manusia dan memiliki keterbatasan seperti halnya umat nabi. Namun, hal ini tidak berarti mereka dapat melakukan kesalahan dalam tugas kenabian mereka. Para ahli kalam berpendapat bahwa para nabi memiliki perlindungan khusus dari kesalahan dalam menjalankan tugas kenabian mereka, seperti melakukan kesalahan dalam menyampaikan pesan ilahi.
Sam’iyat
Salah satu titik fokus dalam ilmu kalam yaitu pembahasan supranatural mengenai sesuatu yang tidak kasat mata di dalam kehidupan manusia, dalam hal ini mengarahkan pada keyakinan hati untuk mempercayainya, dalam ilmu kalam adalah alam gaib dan akhirat.
Alam ghaib adalah konsep yang terkait dengan hal-hal yang tidak dapat diamati oleh panca indra manusia. Konsep ini sangat penting dalam Islam karena sebagian besar kepercayaan Islam berkaitan dengan alam gaib, seperti malaikat, jin, dan setan. Pembahasan ini ulama berusaha untuk memahami dan membahas sifat-sifat alam ghaib.
Selain alam ghaib, akhirat juga menjadi titik fokus dalam ilmu kalam. Akhirat adalah konsep tentang kehidupan setelah kematian. Dalam Islam, akhirat dianggap sebagai kehidupan yang abadi dan menerima pembalasan dari Tuhannya hasil perbuatan manusia selama hidup di dunia.
Mutakallimin juga membahas tentang hubungan antara alam gaib dan akhirat. Mereka berusaha untuk memahami bagaimana kepercayaan terhadap alam gaib dan akhirat saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain.
Mengetahui ilmu ilahiyah merupakan sesuatu yang lebih utama dan sangat dianjurkan karena pembahasan dalam ilmu ini mengetahui penciptanya dan bisa mengetahui kesyubhatan mengenai Tuhan, tiada Tuhan selain Allah dan tiada sesuatu yang serupa dengannya.
Banyak pembahasan yang meliputi sifat sifat Tuhan namun penulis tidak bisa menyebutkan secara komplek di dalam tulisan ini, karena sudah banyak literatur literatur ilmiah, lokakarya, seminar dan lainnya yang membahas ilmu kalam , mulai dari sejarahnya, terbentuknya ilmu kalam, perkembangannya dan korelasinya dengan ilmu lain.
Dalam tulisan esai ini penulis mencurahkan pemahamannya tentang ilmu kalam dan mengambil beberapa pandangan ulama mengenai ilmu kalam, bukan cuma sekedar dari tokoh rujukan melainkan dari lainnya, seperti halnya Ibnu Khaldun, dalam Muqaddimahnya, Syarah Aqidah Thahawiyah karya Shadruddin Al-Hanafi dan Tuhfatu Al-Murid Ala Jauhari Al-Tauhid karya Imam Al-bajuri. Dalam pengambilan argumentasi yang berbeda ini tidaklah saling bertentangan satu sama lain dan ini dilakukan dengan tujuan saling mengokohkan dan saling menguatkan.
Oleh: Moh. Jalaluddin Hasan